LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM
BERDARAH DENGUE
(DENGUE HEMORHAGIC FEVER/DHF)
I. KONSEP DASAR MEDIS
- Definisi
Dengue Hemorhagic Fever / Demam Berdarah Dengue
adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan
gejala utama demamj dan manifestasi perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh
lainnya yang bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat berlanjut dengan
kematian.
- Etiologi
Virus dengue tergolong dalam family Flaviviridae dan
dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1&2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya
perang dunia II, sedangkan dengue 3 & 4 ditemukan pada saat wabah di
Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil,
sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil pada
suhu 700C.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes
aegypti, di samping pula Aedes albopictus. Vektor ini mepunyai ciri-ciri:
1.
Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap
2.
Warnanya hitam dan belang-belang
3.
Menggigit pada siang hari
4.
Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap
5.
Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia
6.
Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar
seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas atau tempat-tempat yang
berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.
7.
Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.
- Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam. Setelah virus
dengue masuk ke dalam tubuh, karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran
kelenjar-kelenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam pada DBD disebabkan oleh
kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena fatofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotinin serta
aktivasi sistem kalikten yang berakibat mengurangnya volume palsma, terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.Plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari saat-saat permulaan demam dan mencapai
puncaknyapada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma
dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler
dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga
peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopoi ternyata melebihi jumlah
cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang
terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat
berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang
drastis setelah pemberian plasma/ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada
autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau
akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh
darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul setelah
renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan menungkatnya mega
karoisit muda dalam sus-sum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem
retikuloendotelial.
- Gambaran Klinis
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan
hingga yang sedang seperti DF sampai DHF dengan manifestasi demam akut, perdarahan
serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi
dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada DF, suhu meningkat tiba-tiba disertai sakit kepala,
nyeri yang hebat pada otot dan tulang, mual, kadang kadang muntah dan batuk
ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada supra orbital dan
retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot
perut ditekan. Otot-otot di sekitar mata terasa pegal. Eksamtem yang klasik
ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam terlihat jelas pada muka dan
dada, berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh
pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk
makula-makula besar, yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian
timbul bercak petekia pada dasarnya, kemudian menjalar cepat ke seluruh tubuh.
Pada saar suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang,
bekas-bekasnya kadang teras gatal.
Lidah sering kotor dan kadang kala pasien sukar buang air
besar. Terkadang dapat diraba pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak dan
tak nyeri. Pada pasien DHF, gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5
berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati
umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan
beratnya penyakit.
- Klasifikasi DHF
DHF
diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi
menjadi 4 Derajat (Menurut WHO, 1986) yaitu:
1.
Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dan
manifestasi perdarahan ringan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi. tourniquet positif.
2.
Derajat II (sedang)
Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain.
3.
Derajat III
Ditemukan
kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah
(hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini
renjatan).
4.
Derajat IV
Ditemukan dengue shock syndrome dengan tensi dan nadi
yang tak terukur.
- Pemeriksaan Diagnostik
1.
Klinik
a.
Demam mendadak, terus-menerus 2-7 hari.
b.
Manifestasi perdarahan baik melalui uji tourniquet maupun
perdarahan spontan pada kulit (petekie, ekimosis, memar) dan/atau di tempat
lain seperti epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.
c.
Hepatomegali
d.
Renjatan, ditandai nadi cepat dan lemah tak teraba,
tekanan darah menyempit (<20mmHg) atat hipotensi (<80mmHg) sampai tak
terukur, kulit dingin, lembab dan malaise.
2.
Laboratorium
a.
Trombositopenia : Trombosit < 150.000/mm3,
penurunan progresif pada pemeriksaan periodik dan waktu perdarahan memanjang.
b.
Hemokonsentrasi : Hematokrit saat MRS>20% atau
meningkat progresif pada pemeriksaan periodik.
3.
Pemeriksaan penunjang
a.
Foto toraks lateral dekubitus kanan
Terdapat
efusi pleura dan bendungan vaskuler
b.
Darah rutin
Hb,
leukosit, hitung jenis (limfosit plasma biru 6-30%)
c.
Waktu perdarahan
Menggunakan
cara WY (N=1-7 menit).
- Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di
tempat terpisah dengan pasien lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk.
Penatalaksanaannya adalah:
1.
Tirah baring
2.
Makanan lunak
Bila
belaum ada nafsu makan dianjurkan munum banyak 1,5-2 liter /24 jam (susu,air
gula, sirop)
3.
Medikamentosa yang bersifat simtomatis
4.
Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi
sekunder
5.
Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda
renjatan yaitu:
a.
Keadaan umum memburuk
b.
Hati makin membesar
c.
Masa perdarahan memanjang
d.
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Terapi untuk pengganti cairan yaitu:
a)
DBD tanpa renjatan
v Minum banyak 11/2
liter perhari
v Cairan intravena
bila :
± Penderita
muntah-muntah terus
± Intake tidak
terjamin
± Pemeriksaan
berkala Hmt cenderung meningkat terus.
Jenis cairan: RL atau asering 5, 10 mL/KgBB/24 jam.
b)
DBD dengan renjatan
v Derajat IV :
Infus asering 5/RL diguyur 100-200 mL sampai nadi teraba serta tensi terukur,
biasanya sudah tercapai dalam 15-30 menit.
v Derajat III:
Infus asering 5/RL dengan kecepatan tetesan 20 mL/KgBB/ jam. Setelah renajatan
teratasi:
± Tekanan sistol
> 80mmHg
± Nadi jelas terasa
± Amplitudo nadi
cukup besar.
v Kecepatan tetesan
diubah 10mL/KgBB/jam selama 4-6 jam. Bila keadaan umum baik, jumlah cairan
sekitar 5-7 mL/KgBB/jam. Jenis RL: Dextrose 5% =1:1. Infus dipertahankan 48 jam
setelah renjatan.
- Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor
dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes aegypti
sebenarnya mudah diberantas karena sarangnya terbatas di tempat yang berisi air
bersih dan jarak terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena vektor tersebut
luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk
tak dapat berkembang biak lagi.
Cara pemberantasan vektor:
1.
Menggunakan insektisida
Yang
lazim dipakai adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos
(abate) untuk membunuh jentik. Cara penggunaan malathion ialah dengan
pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging).
2.
Tanpa insektisida
¯ Menguras bak
mandi, tempayan, dan tempat-tepat penampungan air minimal 1 kali seminggu.
¯ Menutup tempat
penampungan air rapat-rapat.
¯ Membersihkan/mengubur
kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda-benda lain yang memungkinkan
nyamuk bersarang.
¯ Memangkas pohon
atau tanaman hias tempat nyamuk bisa bersarang.
- Komplikasi
Komplikasi dari
penyakit demam berdarah diantaranya :
1.
Ensepalopati : demam tinggi,gangguan kesadaran disertai
atau tanpa kejang
2.
Disorientasi
3.
Perdarahan luas.
4.
Shock atau renjatan
5.
Effuse pleura
6.
Asidosis metabolik
7.
Anoksia jaringan
8.
Penurunan kesadaran.
J. Prognosa
Prognosis
DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang dilakukan.
Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan
yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tapat
dan adekuat akan memperburuk keadaan.
Kematian
karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya cukup tinggi.
Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan
bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak.
DBD
Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang
cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak
menyebabkan komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD
derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis sesuai
penetalaksanaan yang diberikan.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
- Pengkajian
1.
Aktivitas/istirahat
Malaise
2.
Sirkulasi
Tekanan
darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah teraba
Kulit
hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan bawah kulit
3.
Eliminasi
Diare
atau konstipasi
4.
Makanan/ cairan
Anoreksia,
mual, muntah
Penurunan
berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
5.
Neurosensori
Sakit
kepala, pusing, pingsan
Ketakutan,
kacau mental, disorientasi, delirium.
6.
Nyeri/ Ketidaknyamanan
Kejang
abdominal, lokalisasi area sakit
7.
Pernapasan
Takipneu
dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu meningkat, menggigil
8.
Penyuluhan/ pembelajaran
Masalah
kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan.
- Diagnosa Keperawatan
1.
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/
viremia
2.
Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
3.
Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
4.
Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan
trombositopenia.
5.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari
kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
6.
Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
7.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan
perawatan pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.
- Intervensi Keperawatan
1.
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses penyakit/
viremia
Tujuan
: Klien tidak mengalami demam, suhu tubuh normal (360 – 370)
Intervensi:
a.
Kaji saat timbulnya demam
R/
Untuk menidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.
b.
Observasi tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi,
pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering
R/
Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c.
Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan
suhu tubuh
R/
Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga
mengurangi kecemasan yang timbul.
d.
Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan
akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.
R/
Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
e.
Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam
dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/
Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
f.
Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian
kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
g.
Catat intake dan out put.
R/
Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
h.
Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2.
Nyeri sehubungan dengan proses patologi penyakit
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi, nyeri berkurang
atau hilang, klien tampak rileks.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
klien.
b.
Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien
terhadap nyeri (budaya, pendidikan,dll)
R/ Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan
intervensi sesuai masalah klien.
c.
Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang
tenang.
R/
Untuk mengurangi rasa nyeri
d.
Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik
distraksi, atau teknik relaksasi.
R/
Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami.
e.
Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang
terdekat.
R/
Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari
nyeri yang dialami.
f.
Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik
R/
Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.
3.
Defisit volume cairan tubuh sehubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
Tujuan : Terjadi homeostatis volume cairan, tanda tanda vital dalam batas normal, tidak
terjadi defisit cairan..
Intervensi:
a.
Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta
tanda –tanda vital.
R/
menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan
normalnya.
b.
Observasi adanya tanda – tanda syok
R/
Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.
c.
Anjurkan klien untuk banyak minum
R/
asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
d.
Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat
muntah, diare, kehausan, turgor jelek)
R/
Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan
e.
Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/
untuk mengetahui keseimbangan cairan.
f.
Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian
cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume
cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.
4.
Risiko tinggi terjadinya perdarahan sehubungan dengan
trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi tanda tanda perdarahan lebih
lanjut dan terjadi peningkatan trombosit> 150.000
Intervensi:
a.
Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan
tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan
jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada
tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
b.
Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada
klien.
R/ Agar
klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat
membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.
c.
Anjurkan klien untuk banyak istirahat
R/
Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d.
Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera
melaporkan tanda-tanda perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis)
R/
Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
e.
Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak,
tindakan incvasif dengan hati-hati)
R/ Klien
dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.
5.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari
kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan
makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi:
a.
Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami
klien
R/ Untuk
menetapkan cara mengatasinya.
b.
Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/
Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
c.
Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan
dihidangkan saat masih hangat.
R/
Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena
mudah ditelan.
d.
Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/
Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi
banyak.
e.
Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/
UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat
f.
Berikan umpan balik positif saat klien mau berusaha
mengahiskan makannya.
R/ Memotivasi
dan meningkatkan semangat klien.
g.
Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Mengetahui
pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
h.
Ukur berat badan kilen tiap hari.
R/ Untuk
mengetahui status gizi klien.
6.
Intoleransi aktifitas sehubungan dengan kelemahan
Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi:
a.
Mengkaji keluhan klien
R/
Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
b.
Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien
sehubungan degan kelemahan fisiknya.
R/ Untuk mengetahui tingkat ketergantungan
klien dalam memenuhi kebutuhannya.
c.
Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan
tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, eliminasi.
R/
Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa
membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.
d.
Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan
kemajuan fisiknya.
R/
Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
e.
Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau
oleh klien.
R/ akan
membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.
7.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan
perawatan pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses
penyakit, diet, perawatan meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan
perilaku yang kooperatif.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit
DHF
R/ Sebagai
data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
b.
Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/
Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga
sehingga dapat dipahami.
c.
Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
obat-obatan pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/
agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman.
d.
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan
manfaatnya pada klien.
R/
Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien
akan kooperatif dan kecemasannya menurun.
e.
Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan
hal-hal yangingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/
mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
f.
Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan
penjelasan.
R/ Untuk membantu mengingat penjelasan yang
telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi
Anna, 1991, Proses keperawatan, EGC: Jakarta.
Carpenito, LJ,
1998, Diagnosa Keperawatan; aplikasi praktik klinik, EGC: Jakarta.
Doengoes,ME,
2001, diagnosa keperawatan, EGC: Jakarta.
Effendy,
Christantie, 1995, Perawatan pasien DHF, EGC: Jakarta